Sabtu, 20 September 2008

Batin atau Bathin?

Dialog di Creative Circle Indonesia

Ada seorang teman yang mantan kerja di agency--sekarang di klien side--bertanya melalui SMS.

"Seq, yang bener BATIN atau BATHIN, siy? Alasannya apa?"

Meskipun udah yakin "BATIN" yang bener, tetep aja KBBI Daring --"sang andalan"-- dibuka. :) Tuh kan? "BATIN" yang bener.

Iseng2 ahhh, sekalian double cek "RAMADAN".
Tuh kan? "RAMADAN" yang bener, bukan "RAMADHAN".

Alasannya apa?
Hmmmm....

Satu-satunya alasan yang masuk akal di pikiran saya adalah karena bahasa Indonesia hanya mengenal KONSONAN RANGKAP 4 buah, yaitu: NG, NY, SY, dan KH.
Sementara DH dan TH bukanlah konsonan rangkap.

Bagaimana membedakan konsonan rangkap dengan 2 konsonan yang kebetulan berderetan?

Konon caranya adalah dengan memenggal kata menjadi suku kata. Konsonan rangkap PASTI berada dalam satu suku kata yang sama.

Contoh: Bu-nga (bukan Bun-ga) Ba-nyak (bukan Ban-yak) A-khir (bukan Ak-hir) Dah-syat (bukan Dahs-yat)

Namun celakanya, konsonan-konsonan yang berada dalam satu kata BELUM TENTU merupakan KONSONAN RANGKAP.
Biasanya ini banyak muncul di kata-kata adaptasi bahasa asing—bahasa inggris khususnya.

Contoh:
In-sta-la-si
"ST" bukan konsonan rangkap meski muncul di satu suku kata "Sta".

Jadi memang perlu kejelian membedakan KONSONAN RANGKAP.
Paling gampang sih ya ngapalin 4 KONSONAN RANGKAP tadi he he he.

Kembali ke masalah "Batin" dan "Ramadan"…
Iseng-iseng, ngecek Kompas-- sebagai sumber referensi bahasa yang lain.
Ternyata di artikel Nama & Peristiwa hari ini, di bagian Deddy Mizwar, Kompas menulis "Bulan Ramadhan".

Hmmmm…

Beberapa pihak nampaknya tetap memilih "Ramadhan" karena pertimbangan asal kata yang memang adaptasi bahasa Arab.

Artinya..kalau "Installation" diadaptasi menjadi "Instalasi" (dengan 2 konsonan berderetan dalam satu suku kata) kenapa kita tidak boleh mengadaptasi kata menjadi "Ramadhan" ?

Bahkan konon ada yang merasa bahwa "Ramadan" tanpa H akan sedikit menurunkan derajat islami pada kata itu. (Maklum masih banyak yang menganggap hal-hal yang berbau arab, otomatis lebih islami)

Jadi…, mau menggunakan patokan KBBI Daring atau tidak, kembali kepada masing-masing penulis copy dengan objektif masing-masing.
Kalau saya sih pilih KBBI Daring. =)

Salam Bahasa Indonesia

_______

Berarti Sheque bukan bahasa Indonesia ya, berdasarkan rumus 4 Konsonan Rangkap KBBI. :)

Bener banget, hanya gak pake H kata RAMADAN trasa kurang ada "ruh" nya.

Sangat berguna. Terima kasih.

harun.

_______

Selamat sore,

Sheque : Bahkan konon ada yang merasa bahwa "Ramadan" tanpa H akan sedikit menurunkan derajat islami pada kata itu. (Maklum masih banyak yang menganggap hal-hal yang berbau arab, otomatis lebih islami)....

Harun : Bener banget, hanya gak pake H kata RAMADAN trasa kurang ada "ruh" nya.

Mungkin ada benarnya, tapi patut diingat dalam penggunaan bahasa asing sering kita -di Indonesia- terjebak dalam perangkap “style and not substance”.

Bagaimana dg. iklan dari Mesir dan Kuwait ini? Ada yang bisa bantu menjawab?

Salam.





________


Maaf, sebenarnya masih agak bingung dengan penjelasan Sheque
dan tambah bingung pula kalo ga nanya, makanya nanya...
apa penulisan Ramadhan itu terjemahan mentah dr bhs arab?
coz kalo nulis ramadhan pake bhs.arab ada 4 huruf hijaiyah
Ro, MIM, DHo, NUN
dirangkai jadinya Ramadhan?pake "h"

Pertanyaannya adalah apakah ada arti yang berbeda (dalam bahasa arab) antara Ramadhan (arab menggunakan dho) Ramadan (arab menggunakan dal)

Jika ramadan (arab memakai dal) memang ada dan memiliki arti yang berbeda dengan ramadhan (arab memakai dho)... maka penulisan Ramadan tentu salah. So, serapannya menurut saya mestinya Ramadhan... meskipun KBBI tidak merestui adanya konsonan rangkap.

Tetapi jika Ramadan (memakai dal) tidak ada.... ya manut KBBI saja...

"So, serapannya menurut saya mestinya Ramadhan..."

Nah, ini yang seru nih mas Thrio.
Masalahnya kan gak ada aturan baku bahwa kata serapan asing harus plek ketiplek dengan kata aslinya (atau bunyi aslinya)?

Orang kata "Active", "Passive", "Creative" (dan sejenisnya) aja diserap jadi "Aktif", "Pasif" dan "Kreatif" (E nya dibuang, V nya diganti F)
Kata "Installation" tidak diserap menjadi "Instalasyen" (sesuai bunyinya)
Jadi kenapa mengharuskan Ramadhan diserap pake H?

Jadi menurut saya Ramadan juga bisa saja benar.:)

SQ

__________

Menurut Prof. Dr. Harimurti Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia, proses penyerapan kata asing atau pengindonesiaan memiliki empat tahapan:
1. Mencari padanan kata tersebut dalam bahasa sendiri.
2. Mencari padanan katanya dalam bahasa daerah.
3. Menerjemahkan per struktur kata.
4. Menyerap langsung padanan kata tersebut disesuaikan dengan komponen fonologis (struktutr bunyi) dan morfologis (struktur kata) bahasa tersebut.

Menurut saya, kata ramadan alih-alih ramadhan dan kata batin alih-alih bathin merupakan kata yang sama. Misalkan dilihat, muncul kata ramadan atau batin karena usaha dari para ahli bahasa yang mengacu pada pendapat Harimurti Kridalaksana. Akan tetapi, bagaimana proses penggunaannya di masyarakat? Tentunya kita selalu melihat kalau sekitar jam 6 sore Adzan Maghrib. Padahal sudah ada padanan yaitu Azan Magrib.

Hal ini tentunya dilakukan karena dalam bahasa Indonesia tidak ada konsonan yang berdampingan dan disebutkan sebagai gugus konsonan. Maksudnya disebutkan dalam satu satuan waktu. Sehingga dicarikan padanan untuk mewakili bunyinya dengan satu lambang. Sama halnya dengan ramadhan dan bathin dengan ramadan dan batin. Sebenarnya para ahli sudah membuat konsep dan cara mengenai tidak bisanya dua konsonan disebutkan dalam satu satuan waktu, tetapi tetap masyarakatlah yang menjadi penentu dari semuanya. Dalam hal ini para ahli linguistik sudah berfungsi sebagai advertising yang sudah menciptakan sebuah konsep dan materi. Akan tetapi jika cara dan TA-nya salah, maka iklan yang sudah dimunculkan mengenai kebahasaan ini tidak populer. Sehingga masyarakat jalan dengan pendapatnya masing-masing.

Jadi masalah seperti kenapa manajer tertulis ini? bukan menejer? Ini adalah produk yang dihasilkan oleh para ahli linguistik. Akan tetapi, tetap masyarakatlah yang menentukan mau menggunakannya atau tidak. Inilah pola pikir yang sebenarnya semuanya berawal dari iklan. Bukan para ahli menciptakan teori dan masyarakat harus mengikuti, tetapi para ahli linguistiklah yang menginventarisasi gejala kebahasaan dengan teori dan pendapat mereka. Lalu mereka menyodorkannya ke masyarakat dan terserah masyarakat sebagai target audience yang memutuskan.

Maaf kalau agak sok tahu, tapi saya berbicara berdasarkan pengalaman yang saya alami.

___________

sudut lain aja nih.

Dulu pembantu di rumah saya itu dari kampung, Garut Selatan. Ngga pernah sekolah, tapi belajar ngaji sama ajengan. Jadinya, dia ngga bisa baca-tulis selain huruf arab.

Kalau ibu saya nyuruh dia ke pasar, ibu ngasih daftar belanjaan pake huruf arab gundul, atau ada yg nyebut arab melayu.

Sampai beberapa tahun lalu, sepertinya ada stigma bahwa lulusan pesantren itu kampungan. Bersama itu pula logat yang kental arabnya.

Kata sholat belum lama saya liat di tulisan-tulisan. Sebelumnya, orang lebih memilih shalat, salat, atau sembahyang. Juga untuk mengganti ro, kho, sho, dho, qo, (apa lagi ya? Ga apal) dengan vokal a. Mungkin itu cara orang-orang sebelum kita untuk membuatnya lebih modern dan tidak tendensius –padahal justru hal ini lah yg ada tendensinya.

Pembahasan benar / salah nya ejaan, bisa selesai dengan kamus. Tapi sejarah (etimologi) mungkin melibatkan situasi politik dan sosial. Situasi seperti apa? Saya juga ngga terlalu paham, tapi hubungan pemerintah kita -di berbagai rezim- dengan komunitas islam memang selalu kompleks. Kok nariknya jauh ya?

Imam

________

Ikut nimbrung ah...

Pertama kita harus kembali ingat kalo di Islam ada yang dinamakan dengan ilmu Tajwid. Apa itu? Itu adalah tata cara membaca al-quran biar bacaannya bener dan seragam seperti yang diajarkan dari rasulullah. masalahanya memang dalam huruf latin yang kita pakai belum ada padanan yang tepat untuk mengungkapkan bunyi kata dalam bahasa arab. Sehingga perlu dibedakan dengan penambahan konsonan untuk membedakan bunyi satu
huruf dengan huruf lainnya. Misalnya kata Azan menurut saya kurang tepat karena dalam bahasa arab ditulis dengan huruf dza bukan za. Alasannya tentunya secara bunyi kedua huruf tersebut beda pengucapannya. Begitupula kata ramadan. jika pengucapannya ingin bener tentunya pake ramadhan karena dlam bahasa arab ditulis dengan huruf dhla, bukan da atau dha. Mungkin, pada awalnya kata dalam bahasa arab ditulis dengan bahasa latin adalah untuk memudahkan orang membaca al-quran bagi mereka yang tidak bisa baca huruf arab. Tapi kalo pas ditulis dalam huruf latin ga bisa bedain ini mengacu pada huruf dha, dha, dhla dalam bahasa arab tentunya akan salah pengucapan dan bisa mempunyai arti yang berbeda.


Itu adalah kendala bahasa yang bisa dialami oleh semua bahasa di dunia. jangan jauh2 bahasa jawa aja ada dua konsonan d yang berbeda yaitu da dan dha contoh katanya wedi dan wedhi. Kalau ngucapinnya salah, beda juga ntar artinya..

sama halnya kalo kita menterjemahkan huruf umlaut dalam bahasa jerman ke Indonesia dan sekalian mo nanya nih, yang bener itu Gong Xie Fa Cai atau Gong Xie Fat Choi?

Hatur Nuhun
Ares
Urang Tasik Ngumbara di Ibu Kota

_____________

Oom, you have such a peculiar way of raising a question. hehe.

Eniwei, kayaknya postingan Ikhwan (si Fresh Grad yg cemerlang) sangat masuk akal. Masyarakat (TA) dapat menentukan sebuah penulisan yang benar (preffered), yang pada akhirnya membuat TA merasa senyawa dengan produk yg diiklankan. Walau secara tata bahasa penulisan itu tidak benar.

Mungkin kalo Changcutters bikin judul lagunya "... I Love You Baby" gak akan bisa semenarik "... I Love You Bibeh"

Salam,

harun

__________

Siang Harun dan semua,

Saya bertanya karena ketidak pahaman dan bingung sebab tidak ada jawaban langsung terhadap contoh iklan dari Mid-east itu.

Bener deh, I was just asking? It’s a simple yes or no, sembari berharap akan ada penjelasan yang lebih lengkap dari sisi tata bahasa dan penggunaannya?

Sampai siang ini memang penjelasan Ikhwan yang paling jernih, dan saya juga berpegang kepada asumsi bahwa memang bahasa kita masih berkembang -16,000 kata baku, bandingkan dg.

80,000 sekian di Webster- sehingga banyak dari kata-kata diadopsi oleh masyarakat dengan cepat –sering juga sembrono- hanya melalui penyesuaian dari cara melafalkan.

Jadiiiii....kalau masih ngaco atau asal-asalan ...ya maklum ajalah...

Salam,

NB: Lihat salah satu iklan di Kompas hari ini, yang bener mana ‘Midnight Phenomenal’ atau ‘Phenomenal Midnight’

_______

Di milis sebelah, Art Director Club juga sedang terjadi perbincangan yang sama...
Dan ada posting dari Toni Radex. Begini isinya...

FYI, sebuah kata yang telah diserap (dijadikan kata serapan resmi) dalam sebuah bahasa tertentu, dia akan lepas (secara tulisan maupun fonetik) dari kata bahasa induknya.

Contohnya, kata 'instalasi' hanya akan mempunyai arti dalam lingkup bahasa Indonesia. Jadi kata ini (instalasi) sudah tidak mempunyai makna sama sekali dalam bahasa Inggris.

Kalaupun ada kesamaan dalam penulisan/pengucapan tapi berbeda makna, itu hanya dianggap sebagai kata yang 'kebetulan' sama (homograf atau homonim). Bisa dianggap seperti kasus kata 'atos' di bahasa Sunda vs. bahasa Jawa.

Kebetulan juga, bahasa Arab memang sangat bergantung dengan pemakaian detil bunyi dalam pemaknaan sebuah kata. Penulisan pun mereka menggunakan simbol non alfabet. Jadi dalam proses transformasi bahasa, pasti ada beberapa yang hilang atau mengalami penyesuaian.

Jadi, kalo lo takut orang yang diajak komunikasi salah tangkap, silakan lo pake kata aslinya seperti kalo kita pake istilah asing lainnya. Tapi kalo lo emang pengen memakai bahasa tertentu dengan konteks yang benar (dengan asumsi audience lo gak ngerti atau gak peduli asal usulnya), sebaiknya pake bahasa serapan resminya. Toh serapan itu sudah lepas dari kata aslinya.

{toni.radex}

____________

Iya saya setuju mas ares, bahwa adzan itu disebut adzan. Tetapi, kita berbicara bahasa Indonesia bukan bahasa Arab. Walaupun akar bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu yang notabene beraksara Arab (Jawi, Pegon). Setahu saya pun tajwid pun ada dalam teknik membaca Al-Qur'an, bukan dalam membaca bahasa Arab.

Menurut para ahli linguistik, bahasa Arab adalah bahasa dengan kasus kebahasaan tertinggi yaitu sejumlah 14 kasus. Dahulu paling banyak adalah bahasa sansekerta (15 kasus), tetapi sudah tidak ada penutur aslinya. Kita mengenal kitab, tetapi bisa berubah menjadi maktabu,katabu, lalu kitabalu, kitabu, kataba, katabtum, dan sebagainya. Oleh karena bahasa Melayu beraksara arab (Jawi, pegon), bahasa Indonesia pun terpengaruh oleh bahasa Arab.

lalu berubah menjadi Saat ini yang dipertentangkan adalah kata ramadhan - ramadan, bathin - batin. Kalau menurut saya gampang saja, yang sebelah kiri itu bahasa Arab, yang sebelah kanan adalah bahasa Indonesia. Namun, bagaimana jika masyarakat sebagai target audience melihatnya sebagai bahwa bentuk bahasa Arab lah yang keren atau bagus untuk digunakan? Tetap masyarakat lah penentu semuanya, itu menurut saya.

Menanggapi pendapat mas danrem, antara midnight phenomenal dan phenomenal midnight. Kalau menurut saya jika dalam bahasa Inggris yang benar yang pertama yaitu midnight phenomenal, tetapi jika mengikuti pole frase bahasa Indonesia yang berpola DM (diterangkan - menerangkan) yang benar fenonmena tengah malam. Tentunya tidak bisa ditulis phenomenal midnight karena itu masih bentukan bahasa Inggris.Sebenarnya inilah fungsi ahli linguistik, yaitu merangkumnya menjadi sebuah teori. Lalu dihadirkan ke masyarakat, lalu masyarakat lah yang menentukan mau mengikuti atau tidak.

Menurut saya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bukan sebuah kitab yang harus diikuti masyarakat, justru KBBI harus berfungsi sebagai inventarisasi bahasa Indonesia setiap periode. Karena kenyataanya banyak kata-kata yang ada dalam KBBI mempunyai kesalahan makna di masyarakat. Untuk para milist-er buka KBBI pada entri seronok. Kalau belum membaca pasti yang ada di pikiran kita sesuatu yang negatif, mengumbar nafsu, ketat, bikini, dan sebagainya. Ternyata di KBBI artinya "menyenangkan hati, sedap dilihat (didengar dsb)." Ternyata kata yang sudah masuk KBBI pun masih mempunyai kesalahan makna di masyarakat.

Kalau begitu, apakah kita bisa menyalahkan yang sudah populer di masyarakat? Tentu tidak, kalau menurut ilmu iklan yang masih sedikit saya punya (dan ingin menambah lebih banyak lagi tentunya, heheeh) penggunaan masyarakatlah yang benar. KBBI tidak boleh menjadi kitab suci yang isinya harus diikut, berbeda dengan Al-Qur'an. Karena bahasa itu budaya, dan budaya adalah iklan! Iklan sebagai kendaraan utama.

Maaf kalau sok tau, tapi itu bedasarkan ilmu dan pengalaman yang saya punyai (kenapa bukan miliki?) karena kata memiliki dan mempunyai berbeda artinya. Orang-orang bahkan sudah lupa bahwa kata mempunyai itu ada dan berbeda dengan kata memiliki. Selalu menggunakan kata memiliki alih-alih mempunyai. Kalau ambil contoh:

saya punya rumah, tetapi milik orang tua saya.

Ini jelas merupakan dua kata yang berbeda. sama dengan benar dan betul, apakah sama? tentu tidak bagaimana jika mendengar kebenaran dan kebetulan? tentu maknanya berbeda bukan?

Sekali lagi maaf kalau sok tahu, saya hanya ingin berbagi dengan kawan-kawan. Maaf om danrem moderator, kalau lancang menanggapi pendapat om. Cuma mau sharing aja kok, eheheheh.

__________

mohon dikoreksi kalau saya salah, tapi phenomenal itu terjemahan bahasa indonesianya bukan fenomena loh (kata benda), tapi fenomenal (kata sifat), sementara kalau fenomena itu bahasa inggrisnya phenomenon (tunggal) atau phenomena (jamak). jadi kalau yang dimaksud adalah fenomena tengah malam, harusnya ditulis sebagai midnight phenomenon/a. midnight phenomenal memang jadi terasa janggal, mungkin harusnya phenomenal midnight, untuk menggambarkan tengah malam yang fenomenal.

dan kalau ramadhan adalah bahasa arab dan ramadan adalah bahasa indonesia, apa berarti contoh iklan dari kairo dan kuwait yang dicontohkan om danrem itu menggunakan bahasa indonesia..?

-doNo-

_________

Bukan pake Bahasa Indonesia, tapi memang di sana penyerapan katanya jadi begitu. Contoh lain dalam bahasa Inggris, Ramadhan ditulis Ramadan tanpa huruf H. Pemaknaannya di sana adalah bulan Ramadhan.

Kalo di contoh iklan dari om DanRem, iklan Nile FM sepertinya kita harus ngerti dulu tata cara penulisan di sana. Di atas huruf2 latinnya ada tanda baca bantu. Untuk yang iklan Al Ghaneem masih bisa terbantu kaligrafi di atasnya.


-aria-

____________

sesuai permintaan, ini tanggapan lanjutan dari saya:

seperti yang tersirat di bawah, berbeda dengan bahasa indonesia yang menggunakan pola frasa DM, dalam bahasa inggris digunakan pola frasa MD, di mana kata sifat sebagai kata yang menerangkan selalu mendahului kata benda yang diterangkan. contoh jelas yang sudah ditulis di bawah: red car. red adalah kata sifat (yang menerangkan), dan car adalah kata bendanya (yang diterangkan). sesuai aturan frasa MD yang benar, penulisan red selalu mendahului car.
sekarang, jika phenomenal adalah kata sifat (silahkan cek atau google) dan midnight adalah kata benda, maka mengacu kepada aturan pola frasa MD, kira-kira mana yang benar penulisannya? phenomenal midnight atau midnight phenomenal..? ;)
mungkin harusnya pilihan yang benar adalah antara phenomenal midnight dan midnight phenomenon/a, mohon dikoreksi kalau saya salah.

dan soal iklan kairo dan kuwait itu menggunakan bahasa indonesia, sebenarnya itu sekadar retorika, tapi ya bagus juga, jadi bisa ada tambahan pelajaran soal dialek... =)


-doNo-

_____________

Kalau boleh ikutan nimbrung...

Bahasa Indonesia, tidak hanya bahasa pemersatu dan bahasa negara saja, sebagaimana yang difahami oleh kita orang awam kebanyakan. Lebih dari itu setelah dikaji lebih jauh ternyata bahasa Indonesia adalah bahasa yang ”hidup”. Hidup di sini berarti bahasa itu hidup dan berkembang seiring kondisi yang menyertai pemakai bahasa tersebut. Ketika pemakai bahasa itu berinteraksi dengan pemakai bahasa asing maka terjadi akulturasi bahasa, dampaknya bisa terjadi beberapa kemungkinan, bahasa Indonesia diserap oleh pemakai bahasa asing atau sebaliknya, bahasa asing diserap menjadi bahasa Indonesia.

Banyak contoh yang bisa kita temukan dalam pembicaraan kita sehari-hari bahwa kata yang kita ucapkan itu ternyata kata serapan,” paper” yang bermakna karya tulis ilmiah adalah berasal dari bahasa Inggris ”paper” yang bermakna kertas. Kata ”majelis” yang bermakna perwakilan yang terhormat atau kumpulan/kelompok tertentu adalah berasal dari bahasa Arab ”majlis” yang bermakna tempat duduk, komputer, majalah, koran, kalender dll atau masih banyak sekali bahasa Indonesia yang diserap sekalipun dari bahasa sansekerta ataupun bahasa daerah. Sejak jaman bareto (dahulu), seperti itulah akulturasi bahasa Indonesia yang terbentuk sampai sekarang, bahwa 9 dari 10 kata bahasa Indonesia adalah asing menurut Alif Danya Munsyi aka Yapi Tambayong aka Remy Sylado.

Jadi, menurut saya mau Ramadhan atau Ramadan yang penting adalah esensi ibadahnya. Mau Bathin atau batin jika dalam konteks ibadah yang penting sejauh mana kita iklas saling memaafkan. Hehehehe...

Pokonya mah hidup bahasa Indonesia lah...


- si pedagang kupat tahu –

_______________

maaf saya salah tulis dalam paragraf:


Menurut Ahli dialektologi Indonesia, Prof. Dr. Multamia MT. Lauder, Jika perbedaan terjadi sampai melebihi 80%, disebut dialek. Sedangkan jika di bawah 80% ini disebut bahasa. Mengapa di Cina (yang ditulis di Kompas menjadi China) disebut dialek, tetapi di Indonesia disebut bahasa?

Harusnya Jika perbedaan terjadi sampai melebihi 80%, disebut bahasa. Sedangkan jika di bawah 80% ini disebut dialek.

Maaf2 fresh grad soalnya, hehehehe. Masih suka salah-salah, hehe.

_______________

Ya kadang2 kita memang suka terjebak dengan penggunaan kata yang sebetulnya penting dengan maknanya atau pilihan kata ya...
anyway dalam komunikasi apa bukannya lebih penting pesannya nyampe daripada bagaimana kita menyampaikan pesannya...
soal tata bahasa apalagi kata2 serapan memang kompleks sekali,
saya jadi teringat ketika bantu2 temen yg mau mengadakan kongres tentang rumpun bahasa melayu,
yg katanya udah menjadi bahasa Ibu dan utama di sumatra dan semenanjung malaka, juga masih terus diperdebatkan asal kata dan dialeknya, itu bahkan mereka2 yg ahlinya masih hidup dan bisa bercerita asal muasalnya...., wah budaya dan bahasa memang terus tumbuh serta penuh dinamika ya...
Terima kasih atas pencerahan dari rekan2, sangat berharga....

0 komentar: